Terkait dengan
perkembangan taekwondo poomsae itu, Pro kontra mengenai aturan dan nilai
gerakan poomsae juga kerap diperdebatkan oleh para praktisi taekwondo. Beberapa
praktisi mengemukakan bahwa, hal tersebut terjadi karena gerakan poomsae banyak
mengalami perubahan. Sementara para praktisi lainnya menyatakan bahwa sejak
dulu sebenarnya gerakan poomsae tidak pernah berubah. Yang terjadi adalah
gerakan poomsae terus mengalami dinamika dari unsur keindahanannya.
Disatu sisi, walaupun referensi mengenai aturan penilaian
gerakan tersebut mengacu kepada standarisasi yang telah ditetapkan oleh World
Taekwondo Federation (WTF), namun pada kenyataannya para praktisi taekwondo
cenderung menilai bahwa selama ini penilaian teknis gerakan poomsae tetap saja
dipengaruhi oleh subyektifitas para wasit.
Menyangkut sistem penilaian waktu misalnya, salah satu
praktisi taekwondo Indonesia, Novarli Sirajudin mengemukakan bahwa di dalam
Poomsae terdapat gerakan khusus yang dilakukan secara perlahan. Misalnya : Aturan waktu lima detik. Penilaian mengenai waktu lima
detik ini menurutnya berlaku untuk gerakan taeguk 6, yaitu Naranhi Seogi Are
Hecho Makki, taeguk 7 yaitu Moa Seogi Bojumok, Koryo, yaitu Naranhi Seogi
Tongmilgi Junbi, Keumgang untuk gerakan Naranhi Seogi Are Hecho Makki, Pyongwon untuk gerakan Naranhi Seogi Sonnal
Are Hecho Makki, Sipjin untuk gerakan
Dwitkubi Pyonsenkut Eopo Jirugi, Apkubi Bawi Milgi, Junchum Seogi Sonnal Are
Hecho Makki dan Chonkwon untuk gerakan Moa Seogi Nalgaepyogi, Dwitkubi Sonnal
Waesantul Makki, Beom Seogi Tessan Milgi
serta Ilyeo untuk gerakan Dwitkubi Keumgang Makki.
Kemudian, untuk peraturan dan penilaian Waktu delapan
detik, Novarli menjelaskan penilaian
tersebut berlaku untuk gerakan taeguk 8 yaitu
Apkubi Dangkyo Teok Jirugi, Koryo untuk gerakan Moa Seogi Mejumok Are Pyojok
Chigi, Keumgang untuk gerakan Hakdari Seogi Keumgang Makki, Jitae untuk gerakan
Apkubi Elgul Makki – Momtong Baro Jirugi, Dwitkubi Momtong Bakkat Makki, Apkubi
Elgul Makki, Chonkwon untuk gerakan Apkubi dari posisi Sonnal Bituromakki lalu
pergelangan tangan diputar selanjutnya maju kaki belakang Apkubi dan melakukan
Momtong Baro Jirugi serta Ilyeo untuk gerakan Wasentol Makki Yeop Chagi.
Menurut Novarli, beberapa hal yang ia kemukakan dalam hal
aturan penilaian terkait ketentuan waktu dalam gerakan poomsae tersebut, secara
empiris didasarkan atas pengamatannya pada saat kejuaraan dunia poomsae di Bali
beberapa waktu lalu. Ia menegaskan,
ternyata banyak sekali perubahan mendasar dalam gerakan-gerakan tersebut.
Misalnya : lintasan tangkisan momtong harus melawati Injung (antara bibir dan
hidung), pergerakan tangan selalu ada unsur putaran (Twist), awal tangkisan
momtong tidak boleh melebih bahu, An Makki sejajar dengan bagian tengah tubuh,
Bakkat Makki harus sampai garis badan bagian luar, An/Bakkat Makki membentuk
sudut 90-120 derajat, tidak ada perubahan tinggi badan, yang ada adalah
perubahan kuda-kuda yang sama, kecuali ada tendangan. Misalkan taeguk 5 Ap Kubi
An Makki – Apchagi – Apkubi Jumjumok Elgol Apchigi – Momtong An Makki.
Terlepas ada
atau tidaknya perubahan dalam gerakan poomsae tersebut, kondisi ini memang bisa
membingungkan sebagian para praktisi taekwondo di daerah. Wari Agusta,
misalnya, pelatih di Wariors Taekwondo Team ini menyarankan, agar tidak
membingungkan para pelatih/praktisi taekwondo, sebaiknya dilakukan diklat
khusus poomsae, yang kemudian dibakukan. Dalam diklat tersebut juga dilatih
oleh pelatih yang berkompeten untuk menghasilkan referensi atas gerakan-gerakan
poomsae yang benar. Menurutnya hal ini sangat penting agar para pelatih,
khususnya di daerah tidak salah dalam menerapkan gerakan-gerakan poomsae.
Dilain pihak menurut salah seorang praktisi taekwondo,
Ade Muhammad Sujud, sebenarnya tidak ada yang berubah dalam gerakan-gerakan
poomsae. ”Dari dulu gerakan poomsae ya itu-itu saja. Intinya Style. ” Tegasnya.
Ade menjelaskan, sebenarnya tidak
ada itu yang namanya “perubahan”.
Poomsae sejak
dulu ya begitu-begitu saja, hanya
tinggal “selera wasit” saja yang berubah. Hal tersebut didasarkan atas
pengalamannya sejak mengikuti kejurnas poomsae tahun 2009 hingga sekarang.
Misalnya dari yang dikatakan gerakan “patah-patah” (sebenarnya tidak
patah), lalu “mengalir lambat”, kemudian “mengalir cepat”lalu kembali lagi ke
gerakan awal “seperti patah-patah tapi mengalir”.
Artinya, menurut Ade kita tidak bisa
bilang yang tendangannya melewati kepala adalah “salah”.
Ia mengambil
contoh, misalnya jika ada seleksi/battle yang di adakan KTA, maka style yang
dipakai adalah tendangan semaksimal mungkin. Tetapi jika turun di kejuaraan
dunia, misalnya, semua cari aman. Dari pada jatuh dan kena pengurangan, lebih
baik menendang tidak terlalu tinggi tapi steady/ tidak kehilangan balance. Dan
masih banyak lagi yang menurutnya, gerakan poomsae identik dengan style. Dalam
konteks ini, Ade mengingatkan sekaligus menyarankan agar para pelatih
mempelajari semua berbagai macam style yang ada dan dipraktekkan.
Sementara itu, praktisi taekwondo lainnya, Florian
Arizona menambahkan, dalam kompetisi Poomsae, kesalahan dalam mempresentasikan
interval satu teknik tertentu bisa mengakibatkan sang atlet kena potongan 0,3
dalam kategori akurasi jika selisih waktunya terpaut 3 detik dari yang
seharusnya karena termasuk kesalahan besar dan akan dikenakan potongan 0,3 jika
sang atlet melakukan tangkisan/ pukulan/ tendangan kesasaran yang salah. Misalnya, jika seharusnya sasaran teknik tersebut adalah Olgul
namun sang atlet mempresentasikannya momtong maka pengurangan akan diberikan
oleh juri.
Dijelaskan
Florian, peraturan pertandingan sendiri ada beberapa yang berubah dan
disesuaikan sesuai perkembangan di dunia dan organisasi Taekwondo, seperti
terakhir yang ia ketahui saat ada penggantian kepala wasit Poomsae WTF yang
diikuti dengan adanya beberapa perubahan dalam ketentuan kompetisi Poomsae
pula.
Namun demikian
hal-hal teknis mengenai gerakan poomsae tersebut menurut Ade Muhammad Sujud
ujung-ujungnya adalah bagaimana wasit melihat keindahan gerakan poomsae.
”Poomsae itu keindahan, dan
keindahan itu tergantung yang melihatnya. tetap saja unsur subjektivitasnya
tinggi sekali.” Ujarnya.
Jadi jika
bicara poomsae, menurut Ade, maka subjektivitas yang berlaku,Aturan pembatasan
seperti apapun kakunya, Lagi-lagi pada akhirnya adalah keindahan. Jadi menurutnya,
point-nya adalah “enak dilihat atau tidak”Seleranya apa dan bagaimana dari para
wasit ? Jika wasitnya bilang “tidak indah” ya kalah. Beda dengan kyorugi, semua
orang dalam satu ruangan bisa sepakat sebuah tendangan bernilai atau tidak
cukup dengan melihat dan mendengar impact benturan dari tendangannya terhadap
lawan si atlet, sementara poomsae kan bukan telinga, tapi mata.
Terlepas dari
pro kontra mengenai teknis gerakan poomsae, keindahan Poomsae memang bisa
tergantung dari persepsi masing-masing orang yang melihatnya, dan Poomsae itu
sebenarnya sifatnya personal dan masing-masing orang akan memiliki style
Poomsaenya masing-masing saat mempresentasikan Poomsaenya, tergantung
pengalaman dan motivasinya berlatih selama ini.
Sebab, banyak
aturan-aturan dan pakem dalam melakukan Poomsae yang sifatnya ketat karena
mengandung intisari dan fungsi aplikatif pembelaan diri dari tiap Poom dalam
Poomsae. Sebagai contoh, secara teknis banyak praktisi yang mempertanyakan dan
memusingkan dimana letak posisi kepalan, berapa sudut tekukan dengkul, berapa
derajat posisi telapak kaki, berapa derajat posisi pinggul dan dimana proporsi
berat badan ditempatkan.
Sebenarnya
dua-duanya baik perwasitan Kyorugi maupun Poomsae bisa dipelajari karena sudah
ada aturan kompetisinya (competition rules). Namun, karena aturan kompetisi
sering mengalami perkembangan dan penyesuaian, maka baik wasit, pelatih maupun
atletnya perlu juga untuk update tekniknya menyesuaikan dengan perubahan dan
perkembangan aturan kompetisi terbaru jika ingin menang dalam pertandingan.
Problemnya
adalah akses informasi dan kesempatan untuk mempelajari competition rules-nya
yang masih sangat kurang. untuk mengatasi hal tersebut, idealnya saat technical
meeting tata cara penilaian dan aturan kompetisinya harus dibahas tuntas untuk
fairness,
Lebih baik lagi
jika diadakan diklat/ seminar/ latihan rutin secara berkala, sehingga nantinya
pertandingan akan berjalan makin kompetitif dan prestasi nasional serta
international bangsa ini akan bisa makin berkembang.