Ikuti @TKD_AntasariBJM

Pro Kontra Aturan Penilaian Gerakan Poomsae




Terkait dengan perkembangan taekwondo poomsae itu, Pro kontra mengenai aturan dan nilai gerakan poomsae juga kerap diperdebatkan oleh para praktisi taekwondo. Beberapa praktisi mengemukakan bahwa, hal tersebut terjadi karena gerakan poomsae banyak mengalami perubahan. Sementara para praktisi lainnya menyatakan bahwa sejak dulu sebenarnya gerakan poomsae tidak pernah berubah. Yang terjadi adalah gerakan poomsae terus mengalami dinamika dari unsur keindahanannya.
Disatu sisi, walaupun referensi mengenai aturan penilaian gerakan tersebut mengacu kepada standarisasi yang telah ditetapkan oleh World Taekwondo Federation (WTF), namun pada kenyataannya para praktisi taekwondo cenderung menilai bahwa selama ini penilaian teknis gerakan poomsae tetap saja dipengaruhi oleh subyektifitas para wasit.
Menyangkut sistem penilaian waktu misalnya, salah satu praktisi taekwondo Indonesia, Novarli Sirajudin mengemukakan bahwa di dalam Poomsae terdapat gerakan khusus yang dilakukan secara perlahan. Misalnya : Aturan waktu lima detik. Penilaian mengenai waktu lima detik ini menurutnya berlaku untuk gerakan taeguk 6, yaitu Naranhi Seogi Are Hecho Makki, taeguk 7 yaitu Moa Seogi Bojumok, Koryo, yaitu Naranhi Seogi Tongmilgi Junbi, Keumgang untuk gerakan Naranhi Seogi Are Hecho Makki,  Pyongwon untuk gerakan Naranhi Seogi Sonnal Are Hecho Makki,  Sipjin untuk gerakan Dwitkubi Pyonsenkut Eopo Jirugi, Apkubi Bawi Milgi, Junchum Seogi Sonnal Are Hecho Makki dan Chonkwon untuk gerakan Moa Seogi Nalgaepyogi, Dwitkubi Sonnal Waesantul Makki, Beom Seogi Tessan Milgi  serta Ilyeo untuk gerakan Dwitkubi Keumgang Makki.
Kemudian, untuk peraturan dan penilaian Waktu delapan detik, Novarli menjelaskan  penilaian tersebut berlaku untuk gerakan  taeguk 8 yaitu Apkubi Dangkyo Teok Jirugi, Koryo untuk gerakan Moa Seogi Mejumok Are Pyojok Chigi, Keumgang untuk gerakan Hakdari Seogi Keumgang Makki, Jitae untuk gerakan Apkubi Elgul Makki – Momtong Baro Jirugi, Dwitkubi Momtong Bakkat Makki, Apkubi Elgul Makki, Chonkwon untuk gerakan Apkubi dari posisi Sonnal Bituromakki lalu pergelangan tangan diputar selanjutnya maju kaki belakang Apkubi dan melakukan Momtong Baro Jirugi serta Ilyeo untuk gerakan Wasentol Makki Yeop Chagi.
Menurut Novarli, beberapa hal yang ia kemukakan dalam hal aturan penilaian terkait ketentuan waktu dalam gerakan poomsae tersebut, secara empiris didasarkan atas pengamatannya pada saat kejuaraan dunia poomsae di Bali beberapa waktu lalu. Ia menegaskan, ternyata banyak sekali perubahan mendasar dalam gerakan-gerakan tersebut. Misalnya : lintasan tangkisan momtong harus melawati Injung (antara bibir dan hidung), pergerakan tangan selalu ada unsur putaran (Twist), awal tangkisan momtong tidak boleh melebih bahu, An Makki sejajar dengan bagian tengah tubuh, Bakkat Makki harus sampai garis badan bagian luar, An/Bakkat Makki membentuk sudut 90-120 derajat, tidak ada perubahan tinggi badan, yang ada adalah perubahan kuda-kuda yang sama, kecuali ada tendangan. Misalkan taeguk 5 Ap Kubi An Makki – Apchagi – Apkubi Jumjumok Elgol Apchigi – Momtong An Makki.
Terlepas ada atau tidaknya perubahan dalam gerakan poomsae tersebut, kondisi ini memang bisa membingungkan sebagian para praktisi taekwondo di daerah. Wari Agusta, misalnya, pelatih di Wariors Taekwondo Team ini menyarankan, agar tidak membingungkan para pelatih/praktisi taekwondo, sebaiknya dilakukan diklat khusus poomsae, yang kemudian dibakukan. Dalam diklat tersebut juga dilatih oleh pelatih yang berkompeten untuk menghasilkan referensi atas gerakan-gerakan poomsae yang benar. Menurutnya hal ini sangat penting agar para pelatih, khususnya di daerah tidak salah dalam menerapkan gerakan-gerakan poomsae.
Dilain pihak menurut salah seorang praktisi taekwondo, Ade Muhammad Sujud, sebenarnya tidak ada yang berubah dalam gerakan-gerakan poomsae. ”Dari dulu gerakan poomsae ya itu-itu saja. Intinya Style. ” Tegasnya.
Ade menjelaskan, sebenarnya tidak ada itu yang namanya “perubahan”.
Poomsae sejak dulu ya begitu-begitu  saja, hanya tinggal “selera wasit” saja yang berubah. Hal tersebut didasarkan atas pengalamannya sejak mengikuti kejurnas poomsae tahun 2009 hingga sekarang.
Misalnya dari yang dikatakan gerakan “patah-patah” (sebenarnya tidak patah), lalu “mengalir lambat”, kemudian “mengalir cepat”lalu kembali lagi ke gerakan awal “seperti patah-patah tapi mengalir”.
Artinya, menurut Ade kita tidak bisa bilang yang tendangannya melewati kepala adalah “salah”.
Ia mengambil contoh, misalnya jika ada seleksi/battle yang di adakan KTA, maka style yang dipakai adalah tendangan semaksimal mungkin. Tetapi jika turun di kejuaraan dunia, misalnya, semua cari aman. Dari pada jatuh dan kena pengurangan, lebih baik menendang tidak terlalu tinggi tapi steady/ tidak kehilangan balance. Dan masih banyak lagi yang menurutnya, gerakan poomsae identik dengan style. Dalam konteks ini, Ade mengingatkan sekaligus menyarankan agar para pelatih mempelajari semua berbagai macam style yang ada dan dipraktekkan.
Sementara itu, praktisi taekwondo lainnya, Florian Arizona menambahkan, dalam kompetisi Poomsae, kesalahan dalam mempresentasikan interval satu teknik tertentu bisa mengakibatkan sang atlet kena potongan 0,3 dalam kategori akurasi jika selisih waktunya terpaut 3 detik dari yang seharusnya karena termasuk kesalahan besar dan akan dikenakan potongan 0,3 jika sang atlet melakukan tangkisan/ pukulan/ tendangan kesasaran yang salah. Misalnya, jika seharusnya sasaran teknik tersebut adalah Olgul namun sang atlet mempresentasikannya momtong maka pengurangan akan diberikan oleh juri.
Dijelaskan Florian, peraturan pertandingan sendiri ada beberapa yang berubah dan disesuaikan sesuai perkembangan di dunia dan organisasi Taekwondo, seperti terakhir yang ia ketahui saat ada penggantian kepala wasit Poomsae WTF yang diikuti dengan adanya beberapa perubahan dalam ketentuan kompetisi Poomsae pula.
Namun demikian hal-hal teknis mengenai gerakan poomsae tersebut menurut Ade Muhammad Sujud ujung-ujungnya adalah bagaimana wasit melihat keindahan gerakan poomsae.
”Poomsae itu keindahan, dan keindahan itu tergantung yang melihatnya. tetap saja unsur subjektivitasnya tinggi sekali.” Ujarnya.
Jadi jika bicara poomsae, menurut Ade, maka subjektivitas yang berlaku,Aturan pembatasan seperti apapun kakunya, Lagi-lagi pada akhirnya adalah keindahan. Jadi menurutnya, point-nya adalah “enak dilihat atau tidak”Seleranya apa dan bagaimana dari para wasit ? Jika wasitnya bilang “tidak indah” ya kalah. Beda dengan kyorugi, semua orang dalam satu ruangan bisa sepakat sebuah tendangan bernilai atau tidak cukup dengan melihat dan mendengar impact benturan dari tendangannya terhadap lawan si atlet, sementara poomsae kan bukan telinga, tapi mata.
Terlepas dari pro kontra mengenai teknis gerakan poomsae, keindahan Poomsae memang bisa tergantung dari persepsi masing-masing orang yang melihatnya, dan Poomsae itu sebenarnya sifatnya personal dan masing-masing orang akan memiliki style Poomsaenya masing-masing saat mempresentasikan Poomsaenya, tergantung pengalaman dan motivasinya berlatih selama ini.
Sebab, banyak aturan-aturan dan pakem dalam melakukan Poomsae yang sifatnya ketat karena mengandung intisari dan fungsi aplikatif pembelaan diri dari tiap Poom dalam Poomsae. Sebagai contoh, secara teknis banyak praktisi yang mempertanyakan dan memusingkan dimana letak posisi kepalan, berapa sudut tekukan dengkul, berapa derajat posisi telapak kaki, berapa derajat posisi pinggul dan dimana proporsi berat badan ditempatkan.
Sebenarnya dua-duanya baik perwasitan Kyorugi maupun Poomsae bisa dipelajari karena sudah ada aturan kompetisinya (competition rules). Namun, karena aturan kompetisi sering mengalami perkembangan dan penyesuaian, maka baik wasit, pelatih maupun atletnya perlu juga untuk update tekniknya menyesuaikan dengan perubahan dan perkembangan aturan kompetisi terbaru jika ingin menang dalam pertandingan.
Problemnya adalah akses informasi dan kesempatan untuk mempelajari competition rules-nya yang masih sangat kurang. untuk mengatasi hal tersebut, idealnya saat technical meeting tata cara penilaian dan aturan kompetisinya harus dibahas tuntas untuk fairness,
Lebih baik lagi jika diadakan diklat/ seminar/ latihan rutin secara berkala, sehingga nantinya pertandingan akan berjalan makin kompetitif dan prestasi nasional serta international bangsa ini akan bisa makin berkembang.
Bagikan artikel ini :


Leave a Comment

0 komentar:

Posting Komentar

○○○○○○WTF○○○○○○

○○○Induk kami○○○